Kamis, 24 November 2011

Laporan Praktikum : Analisis Data Hujan Dari Kertas Pias

I.              PENDAHULUAN
Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangatberbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

II.           LANDASAN TEORI
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.
Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.

Curah hujan adalah uap yanh mengkondensasi, jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Jumlah curah hujan dinyatakan dalam satuan mm. Sedangkan intensitas hujan adalah jumlah curah hujan per satuan waktu.
Dalam pengertian umum hidrologi curah hujan efektif adalah curah hujan yang mengakibatkan limpasan. Tinggi curah hujan yang mengakibatkan limpasan adalah relatif, karena tergantung dan kondisi daerah bersangkutan seperti kelembaban tanah, simpanan permukaan, dan lain-lain.

            Dalam pengertian irigasi curah hujan efektif adalah bagian dan curah hujan yang terjadi selama musim tanam dan ditahan tanah, sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Ditinjau dan sudut pandangan irigasi, bagian dan curah hujan yang menjadi limpasan adalah bagian yang hilang.
Tipe Hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan factor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut :
a.       Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
b.      Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
c.       Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d.      Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.
Faktor yang mempengaruhi curah hujan
Sebagai salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local.
Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun. Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia, sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia.
Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika).

III.        CARA KERJA
1.      Membaca kejadian hujan di kertas pias
2.      Memindahkan data ke tabel
3.      Menghitung intensitas hujan int =
4.      Membuat histograf data hujan
5.      Menghitung hujan efektif (int= 7 mm), pas 7 mm digaris pada histograf
6.      Membuat kurva nasa hujan
7.      Menghitung koefisien aliran
α=
8.      Menghitung debit puncak
Qp= α. I max. A,luas DAS= 2 ha



IV.        HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel.


4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel data curah hujan yang diperoleh dari analisis kertas pias diperoleh intensitas hujan yakni 0, 0,2, 0, 0,5, 0,4, 0,4, 0, 0,2, 0,4, 0, 0, 1,5, 0,1, 0, 0,4, 1,1, 0,1, 0,1, 0,2, 0, 0,09, 0. Intensitas hujan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
                                       Intensitas = .
Besar kecilnya curah hujan ditentukan oleh tebal hujan dan lama hujan. Jika hujan tebal dan hujan yang terjadi sebentar, maka intensitas hujan akan semakin besar.
Hujan efektif dapat dilihat jika tebal hujan yang terjadi >7 mm. Dari tabel dapat dilihat terjadi 6 kali hujan efektif yaitu pada pukul 16.10 –16.30, 18.50-19.50, 19.50-12.10, 20.30-20.42, 21.10-21.30, 21.30-21.40, hujan efektif yang terjadi adalah sebesar 1,5,1,11,1, dan 4. Sehingga didapat jumlah hujan efektifnya sebesar 23 mm. Jadi selama 24 jam terjadi 6 kali hujan efektif. Dari data tabel diketahui jumlah tebal hujan adalah 95 mm. Sehingga dapat dicari nilai α dengan rumus :
α= .
Dari rumus ini didapat nilai α sebesar 0,242105263. Setelah mendapat nilai α, dapat dicari nilai debit puncak dengan menggunakan rumus:
            Qp= α. I max. A, luas DAS= 2 ha.
Kemudian dari rumus ini didapat nilai debit puncak sebesar 0,726315789. Dengan mengetahui nilai debit puncak, maka dapat menduga kejadian banjir di suatu daerah tertentu akibat hujan yang terlalu deras. Sehingga jika terjadi banjir, kerusakan yang timbul akibat banjir tersebut dapat diminimalkan.








V.           KESIMPULAN
1.    Berdasarkan data tabel curah hujan dapat dilihat dalam 24 jam terjadi 6 kali hujan efektif dan jumlah hujan efektifnya adalah sebesar 23 mm.
2.    Dari data curah hujan ini didapat nilai debit puncak (Qp) sebesar 0,726315789

DAFTAR PUSTAKA
Soemarto. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya
Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia. Jakarta.
http : www.google.com/17/05/2011/Hujan-efektif

0 komentar:

Posting Komentar

4ndrian0nlii © 2008 Template by:
SkinCorner